Jumat, 28 Agustus 2009

Duduk Soal Tari Pendet dalam Hukum Internasional

Ada satu hal yang menarik dari kasus klaim Malaysia atas tari pendet asal Bali, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, pada 24 Agustus lalu, mengirimkan nota protes kepada Menteri Kebudayaan Malaysia dalam iklan pariwisata Negeri tersebut. Sempat dikatakannya, jika surat ini tak digubris, Indonesia akan mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Internasional. Sebaiknya pemerintah kita, menyiapkan dulu dengan baik segalanya, sebelum buru-buru mengeluarkan pernyataan membawa kasus ini ke Mahkamah Internasional. Aib kekalahan sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, mestinya jadi pelajaran bagi pemerintah ini!

Ada banyak hal yang rancu dalam pemberitaan media, perihal kekayaan intelektual, paten, dan merek. Kita bukan membicarakan kekayaan intelektual a la Organisasi Perdagangan International (WTO), tetapi yang kita bicarakan adalah warisan kekayaan dunia: yang kita bicarakan adalah ekpresi budaya tradisional milik bangsa Indonesia.

Dalam rezim hukum internasional, hak atas kekayaaan intelektual diatur oleh dua lembaga dunia berpengaruh, yaitu Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO) yang merupakan bagian dari Perserikatan Bangsa-Bangsa. WIPO dibentuk berdasarkan Konvensi WIPO 1967 dan berkantor pusat di Jenewa, Swiss. Disamping kedua organisasi ini, yang juga bertalian erat dengan masalah ini adalah, Organisasi Pendidikan, Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang melindungi warisan intelektual dan peradaban dunia.

WTO sangat gencar menerbitkan aturan dan perjanjian tentang aspek perdagangan yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual (TRIPs). Kesepakatan-kesepakatan yang diambil oleh WTO ini kemudian dipaksakan terhadap negara-negara berkembang termasuk Indonesia. TRIPs sendiri banyak mendapat tentangan dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah, misalnya dalam kasus pandemik AIDS di Afrika, karena menutup akses obat-obatan yang diperlukan penduduk di dunia ke-3. Keberatan utama terhadap TRIPs tidak lain karena menyedot dana dari negara miskin ke negara kaya melalui mekanisme kepemilikan hak cipta dan hak patent. Gerakan penentangan ini dikenal juga dengan gerakan keadilan global (alter-globalization, alternate globalization atau alter-mudialization). Dipengaruhi WTO juga, Indonesia sendiri, mengatur rezim properti intelektual antara lain dengan UU 19/2002 tentang Hak Cipta, UU 14/2001 tentang Patern dan UU 15/2001 tentang merek. Sebagai informasi dalam sejarah, kebutuhan mengenai aturan tetang kekayaan intelektual antara lain karena para peserta pameran menolak ikut serta dalam acara the International Exhibition of Inventions di Wina pada 1837, dengan alasan takut ide yang mereka pamerkan dicuri dan diekploitasi di negera lain. Sejak itu rezim hukum intenasional yang mengatur hal ini dikembangkan dan berkembang.

Lantas bagaimana soal tari pendet, keris, corak batik, tari folaya, angklung, reog, batik, hombo batu? Sekretariat WIPO menggunakan istilah ekspresi budaya tradional (traditional cultural expressions atau expressions of folkore) untuk mengklasifikasi bentuk-bentuk semacam ini. Secara umum ekpresi budaya tradisional dikelompokkan menjadi 4 kategori: (1) ekspresi lisan (verbal) seperti dongeng dan pantun; (2) ekspresi suara musikal, seperti lagu dan instrumen musik daerah; (3) ekspresi dengan aksi (tubuh manusia), seperti tarian, pertunjukan dan bentuk-bentuk artistik ritual, dan; (4) ekpresi yang ada dalam obyek-obyek material (ekpresi yang nyata), seperti, gambar, lukisan, desain, pahatan/ukiran kayu, patung, kerajinan tanah liat, terra-cotta, pola dengan gambar-gambar dari batu (mosaic), bagian seni dari kayu (didalam rumah), perlalatan/perlengkapan logam, perhiasan, tenunan, jahitan/sulaman, tekstil, karpet, kostum, instrumen musik, bentuk-bentuk arsitektur.

UNESCO bekerjasama erat dengan WIPO untuk melindungi ekpresi budaya tradisional tersebut. Salah satu aktivitas yang diperkenalkan UNESCO adalah Program Memori Dunia (the Memory of the World Programme) yang ditentukan oleh sebuah Komite Penasihat International (IAC). Dalam program ini Indonesia, bisa dilihat dalam portal UNESCO, lagi-lagi kalah dengan Malaysia. Malaysia telah mengajukan sejumlah warisan dokumentasinya, yaitu Batu Bersurat Terengganu, Korespondensi Sultan Kedah (188 - 1943), Hikayat Hang Tuah, dan Sejarah Melayu. Indonesia? Tidak ada satu pun masuk dalam daftar!

UNESCO juga mempunyai daftar warisan dunia yang ditentukan oleh Komite Warisan Dunia (World Heritage Committee) yang memuat kekayaan alam dan budaya yang memiliki nilai universal yang sangat berharga. Dalam daftar ini, ada 7 warisan dunia yang dimiliki Indonesia yaitu candi borobudur, taman nasional Komodo, candi prambanan, situs Sangiran, taman nasional Lorentz dan warisan hutan tropis Sumatera.

Program UNESCO yang lain adalah aktivitas yang dilakukan berdasarkan Konvensi UNESCO 2003 (Convention on Safeguarding of the Intangible Cultural Heritage and the relevant Operational Guideline). Indonesia sendiri menjadi Negara Pihak pada Januari 2008 tahun lalu. Berdasarkan konvensi ini, dibentuk sebuah Komite Inter-pemerintah yang menyusun daftar warisan peradaban manusia (intangible heritage of humanity). Nah, Keris Indonesia dan wayang inilah yang dimasukkan dalam daftar ini. Untuk masuk didaftar ini, tentu mesti ada peran aktif pemerintah kita, karena mesti diajukan terlebih dulu ke Komite.

Pertanyaannya berapa banyak dalam 5 tahun terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah mendaftarkan ekspresi budaya tradisional, kekayaan alam dan budaya, atau warisan peradaban adiluhung ke UNESCO? Tentu kita tidak butuh lips service - surplus janji, defisit bukti!

Tidak ada komentar:

Load Counter