Minggu, 05 Oktober 2008

Skenario dan Lobi Tingkat Tinggi Perpanjangan Usia Pensiun 70 Tahun Hakim Agung

Diucapkan selamat ulang tahun bagi pak Bagir Manan yang hari ini, 6 Oktober 2008, genap berusia 67 tahun. Hari ini juga mestinya Ketua Mahkamah Agung diberhentikan dengan hormat karena telah genap masuk dalam batas usia pensiun. Karenanya, berdasarkan aturan perundang-undangan tentang pemberhentian pimpinan Mahkamah Agung, Presiden mesti segera menerbitkan Keputusan Presiden tentang pemberhentian Bagir Manan (Pasal 11 (1) UU 5/2004).

Tahun ini, selain Bagir Manan, ada 7 hakim agung yang memasuki usia pensiun, yakni: Marianna Sutadi Nasution (21 Oktober), yang juga Wakil Ketua Bidang Yudisial; Parman Suparman Ketua Muda Pidana (13 Oktober); Kaimuddin Salle (23 Oktober); Iskandar Kamil Ketua Muda Pidana Khusus (31 Oktober); Soedarno (9 November); German Hoediarto Ketua Muda Militer (24 November), dan Andar Purba (19 Desember).

Masalah kekosongan pimpinan MA Agung, memang sengaja dibuat, dan direncanakan sistematis. Hal ini, ditunjukan dari fakta: (1) Ketua Hakim Agung tidak segera mengusulkan pemberhentian dirinya kepada Presiden, karena akan memasuki usia pensiun; (2) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak segera menerbitkan Keppres tentang pemberhentian dengan hormat Ketua Mahkamah Agung; (3) Pimpinan Mahkamah Agung tidak menyiapkan pergantian pimpinan termasuk jabatan Ketua Mahkamah Agung; (4) pembahasan revisi UU MA yang terkesan "kejar setoran"; (5) kecendrungan Panja revisi UU MA, 21 September lalu, yang menyepakati perpanjangan usia pensiun hakim agung sampai 70 tahun. Hanya Fraksi PDIP yang bertahan di usia 67 tahun.

Muara dari rencana tersebut tentunya adalah penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang memperpanjang usia pensiun hakim agung 67 tahun. Perpu ini agaknya akan disetujui DPR untuk menjadi UU, karena di DPR sendiri, kecenderungan fraksi-fraksi DPR akan menerima sesuai dengan hasil Panja Revisi MA. Alternatif lain, UU MA didesak untuk segera disahkan.

Usulan pemberhentian hakim ke Presiden, paling lambat 14 hari. Tidak jelas apakah Bagir Manan telah meminta Keputusan Presiden untuk pemberhentian dirinya. Bagir Manan sendiri telah dua kali memperpanjang sendiri usia pensiun dari 65 tahun menjadi 67 tahun serta memperpanjang batas usia aktif dengan memperpanjang masa tugas para hakim agung, sehingga kemudian terpilih lagi sebagai Ketua MA.

Pada 19 Januari 2006, kepada wartawan/jurnalis di gedung MA, Bagir Manan yang memasuki usia pensiun 65 tahun menyatakan perpanjangan usia pensiun bagi dirinya dan 9 hakim agung lain, disebabkan dua alasan pokok: karena para hakim yang memasuki usia pensiun ini bisa dikatakan cakap dan masih dibutuhkan untuk memeriksa perkara MA yang jumlahnya banyak. Dua tahun, berulang, alasan-alasan klasih seperti ini berulangkali dikemukakan, sehingga perlu lagi diperpanjang hingga 70 tahun. Lalu apa artinya, kerja para hakim agung selama 2 tahun ini?

Hari ini pun jika mau, bisa dilakukan pemilihan kembali pimpinan MA. Bisa juga para hakim agung secara aklamasi menunjuk hakim agung untuk menggantikan Bagir Manan. Hal ini tentu dengan dasar argumen yang paling kuat: untuk memberikan contoh, MA sebagai pucuk kekuasaan kehakiman tidak melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan.

Saat bukan persiapan penggantian pimpinan yang terjadi. Sebaliknya, sekarang bisa jadi sudah ada diskusi serius untuk penerbitan Perpu usia pensiun hakim agung. Kalau skenario usia pensiun 70 tahun ini terwujud, acungan jempol bagi Bagir Manan yang piawai. Genap sudah kekuasaan dan otoritas digunakan untuk kepentingan diluar keadilan dan aspirasi masyarakat. Inilah yang disebut skenario dan lobi tingkat tinggi: sebuah skenario dan lobi yang membahayakan reformasi di puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia!

Tidak ada komentar:

Load Counter